Wagiman lulusan SD; tapi pemikirannya seperti arsitek dan pimpinan proyek. Ia pun menemukan takdirnya: jadi kontraktor.
Ia selalu mendapat proyek membangun rumah perorangan. Kian banyak. Kian besar.
Meski sudah kaya, Wagiman terus menjaga hubungan dengan kampungnya di Pati. Ia kawini gadis desanya.
Punya dua anak: laki-perempuan. Di desanya sudah ada masjid. Bahkan tiga. Lebih banyak lagi langgarnya. "Sekarang tiap RT punya musala," katanya.
Islamisasi jelas terjadi di desa-desa. Selama Orde Baru.
Rupanya kualitas bangunan proyek Wagiman selalu memuaskan bohirnya. "Saya tidak pakai pembukuan. Yang penting untung meski sedikit," katanya.
Tentu ia disalahkan teman-temannya. Ia pun mencoba membuat pembukuan.
"Gara-gara pembukuan itu saya tergoda untuk mengurangi spesifikasi. Untuk menghemat. Akhirnya kualitas bangunan menurun," katanya.