Rumah Sendiri Dipajaki, Kok Bisa?
Muthmainnah Kurdi, S. Ag--doc
Namun pengambilan dharibah hanya insidental. Pada saat kas negara (Baitulmal) kosong. Misalnya karena paceklik, wabah atau peperangan.
Mekanisme pungutannya hanya dikhususkan kepada golongan orang kaya.
Itupun setelah terpenuhi seluruh kebutuhannya termasuk hutang.
Dan harus individu yang benar-benar tercukupi seluruh hajatnya, baik pokok, dasar, tersier dan sekunder, pajak diambil dari kelebihan harta orang kaya.
Setelah itu, pengambilan dharibah harus dihentikan.
Terkait pajak, sebagaimana termaktub dalam sebuah hadis.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak masuk surga pemungut cukai.” (HR Ahmad dan disahihkan oleh Al-Hakim).
Intinya, tidak ada pajak di dalam Islam, kecuali pada kondisi tersebut.
Tidak diambil, kecuali dari al ghina (orang kaya) dan kondisi itu dalam sejarah Islam sangat jarang terjadi sebab sumber-sumber pemasukan tetap negara (fai, kharaj, jizyah, ‘usyr, hasil eksplorasi SDA , termasuk bahan tambang dan sebagainya) cukup untuk membiayai kebutuhan negara mengurus rakyat.
Hendaklah pemimpin-pemimpin negeri ini takut terhadap peringatan Rasulullah Saw. tentang pemimpin yang zalim.
Rasul Saw. bersabda,
“Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia; siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada ia.” (HR Muslim dan Ahmad).
Jelas berbeda, konsep pajak dalam Islam dan sistem kapitalis, di sini rakyatlah yang menjadi korban kebijakan, dan lagi jika rencana kenaikan PPN ini diberlakukan pasti berimbas pada kenaikan pajak pembangunan rumah sendiri.
Maka, kezaliman itu makin nyata. Padahal, Allah Swt. dan Rasulullah Saw. telah memberi peringatan yang sangat keras tetapi seolah mereka tidak takut.
Karena itu, sudah saatnya kita kembali mengambil sistem Islam, yang sudah terbukti selama hampir 14 abad mensejahterakan.
Sumber: