Beratnya Kebutuhan Hidup Penyebab Marak ODJG di Lubuklinggau, Akhiri dengan Islam

Ismawati--
BACA JUGA:Presidential Threshold Dalam Optik Demokrasi
BACA JUGA:Republik Wajah Monarki
Sumsel disebut memiliki cadangan batubara 9,3 miliar ton, terbesar kedua di Indonesia (mongabay 28/11).
Tak hanya itu, potensi lain dari sektor perkebunan, gas alam, minyak bumi, hingga potensi pangan menyelimuti Sumsel.
Hanya saja, hasil kekayaan alam yang melimpah tersebut tak sepenuhnya dirasakan oleh rakyat.
Masyarakatnya hidup dalam garis kemiskinan ekstrem yang bisa berdampak ancaman kejiwaan.
Mengapa? Karena sebagian besar sumber daya alam di Sumsel dikuasai asing, dan perusahaan para korporat itu menjamur di Sumsel.
Meskipun, Wali Kota Lubuklinggau, H. SN Prana Putra Sohe menyebutkan Lubuklinggau tidak mempunyai Sumber Daya Alam (SDA) sebagaimana kota lainnya, setidaknya kekayaan alam di Sumsel sudah mengonfirmasi bahwa negeri ini kaya.
Kekayaan yang dimiliki di tanah Sumsel harusnya mampu menjamin kebutuhan hidup rakyatnya.
Kapitalisme Suburkan ODGJ
Sayang, hegemoni kapitalisme berkuasa, mengeruk kekayaan negara lewat perjanjian-perjanjian yang dibuatnya.
Negara tunduk pada uang para kapitalis. Akibatnya, rakyat hidup dalam kemiskinan, kelaparan juga sempitnya lapangan kerja. Bagi kapitalisme, yang punya uang, dia yang mampu bertahan.
Selain itu, semakin terkikisnya keimanan individu membuat seseorang rentan mengalami tekanan.
Masalah dipandang sebagai sesuatu yang berat, seolah tak ada jalan keluar.
Beratnya kehidupan dalam sistem kapitalisme berhasil mencetak manusia-manusia bermental rapuh.
Sumber: