Kemiskinan Tinggi, Bisakah Sekolah Rakyat Jadi Solusi ?
Muthmainnah Kurdi,S.Ag--doc
Lebih dari 200 ribu anak usia sekolah dasar (SD) di Indonesia belum pernah sekolah atau putus sekolah.
Angka ini melonjak pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 3,4 juta anak.
Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka putus sekolah tertinggi kedua pada jenjang menengah, dengan 44.800 anak usia SMP dan 464.000 anak usia SMA tercatat tidak bersekolah.
Miris, melihat data putus sekolah di atas. Ironi tentu. Sebab, kemiskinan lah yang memicunya.
Padahal, faktanya kekayaan negeri ini begitu berlimpah, dengan sumber daya alam (SDA) yang banyak.
Bagaimana bisa tingkat putus sekolah dan tidak bersekolah tinggi, yang disebabkan karena ketidakmampuan para orang tua menyekolahkan.
Sementara, SDA yang berlimpah ternyata tidak berdampak signifikan pada ekonomi rakyat.
Karena, tidak dikelola negara untuk kesejahteraan rakyatnya.
Tidak bisa dimungkiri, hegemoni penguasa yang berkelindan dengan pengusaha (kapital) lah yang meraup keuntungan atas tata kelola SDA berlimpah itu.
Dengan normalisasi melalui undang-undang.
Jadilah rakyat dibuat 'tak berdaya, miskin dan tidak berpendidikan.
Wajar, jika angka kemiskinan tetap tinggi. Walaupun negara menggunakan standar kemiskinan yang lama (rendah) yakni, Rp609.160 perkapita perbulan.
Tetap saja, jumlah riil penduduk miskin makin tinggi, dengan fakta, tidak adanya peningkatan kesejahteraan signifikan masyarakat. Semisal, masih maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Fakta ini riil menunjukkan, bertambahnya jumlah penduduk miskin.
Sejatinya, SR bukan solusi mengentaskan kemiskinan. Karena, pada faktanya kemiskinan yang terjadi adalah kemiskinan sistematis.
Sumber: