Perang Iran–Israel 2025: Jalan Buntu Nasionalisme dan Solusi Islam

Perang Iran–Israel 2025: Jalan Buntu Nasionalisme dan Solusi Islam

Mia D. Mentari--doc

Pemerintahannya beroperasi dalam bingkai negara-bangsa (nation-state), tunduk pada hukum internasional yang dirancang Barat, dan aktif terlibat dalam perundingan geopolitik global.

Iran bukan negara dengan sistem yang menyatukan umat dalam satu kekuasaan Islam.

Ia tetap berpikir dan bertindak dalam kerangka kepentingan nasional—bukan kepentingan umat.

Dalam banyak konflik, termasuk di Suriah dan Yaman, Iran kerap mengambil posisi bukan demi kepentingan umat secara keseluruhan, tetapi demi pengaruh sektoral dan strategisnya sendiri.

Bahkan dalam konflik Palestina, dukungan Iran kepada Hamas seringkali justru dijadikan alat tawar-menawar dalam diplomasi mereka dengan Barat.

Bisa dibilang, Iran merupakan “musuh palsu” bagi Israel dan Amerika.

Retorika konfrontatif Iran kerap digunakan untuk mengalihkan perhatian dunia dari fakta bahwa Iran, seperti negara lainnya, tetap berhubungan dengan sistem kapitalisme global.

Bahkan selama bertahun-tahun, Iran tetap membuka jalur diplomasi dengan Amerika dalam isu nuklir.

Pada April 2025, hanya dua bulan sebelum perang pecah, Iran hampir menyepakati "Nuclear Deal 2.0" dengan Amerika dan Eropa.

Ini menunjukkan bahwa konflik Iran–Israel kerap dimainkan layaknya panggung sandiwara geopolitik untuk menjaga keseimbangan ketegangan, bukan untuk menghapuskan penjajahan Zionis.

Di sisi lain, Iran kerap diidentikkan dengan mazhab Syiah, dan ini dijadikan alat oleh sebagian pihak untuk menyebarkan sentimen anti-Iran di kalangan Sunni.

Sebaliknya, Iran pun tak jarang memanfaatkan narasi Syiah untuk memperkuat loyalitas internal dan pengaruh regional.

Hasilnya umat Islam kian terpecah, saling curiga, dan gagal bersatu melawan musuh sejati: penjajah dan sistem sekuler global.

Padahal, konflik dari kacamata Sunni–Syiah adalah sempit.

Dalam Islam, siapa pun yang tidak menerapkan syariat secara kaffah dalam sistem Islam—baik Sunni atau Syiah—tetaplah bagian dari sistem kufur yang memecah umat.

Sumber: