"Semua guru wajib salat berjamaah di masjid. Saya kontrol sendiri. Bagaimana santri bisa disiplin kalau gurunya tidak memberi contoh," ujar Wagiman kemarin.
Meski tergolong baru Yanbu'ul Quran (berseminya Quran) sudah terkenal. Tahun ini pendaftarnya 300 orang.
Yang diterima hanya 100 siswa. Padahal santri harus membayar uang sekolah Rp1.500.000/bulan. Termasuk untuk makan tiga kali sehari.
Wagiman menghadirkan mutu, budi pekerti, dan fasilitas nyaman. Kelas SMA-nya pakai AC. Disediakan kolam renang. Lapangan sepak bola. Ruang makan untuk 700 orang.
Kini Wagiman gelisah. Tahun ini sudah ada siswa yang lulus SMA. "Akan ke mana mereka?" tanyanya.
Setiap saat ia digoda oleh pertanyaan itu. Tepatnya: mereka yang hafal Quran itu akan jadi apa?
Wagiman belakangan ini pergi ke mana-mana. Ke berbagai sekolah unggulan. Termasuk menemui saya. Ia belum puas dengan sistem di madrasahnya sekarang ini.
Wagiman masih mengumpulkan pembanding. Jelas, ia akan mengubah sistem yang ada di Yanbu'ul Qur'an tanpa menghapus kekhususan tahfidnya.