Ironi Tambal Sulam Atasi Kesejahteraan
Ismawati--doc
BACA JUGA:Rumah Sendiri Dipajaki, Kok Bisa?
Mengutip dari Kompas.com (18/12), ragam insentif ini di antaranya: bantuan kebijakan pangan/beras dengan memberikan 10 kilogram beras per bulan untuk 16 juta masyarakat.
Tak hanya itu, adanya diskon tarif listrik 50% selama Januari hingga Februari 2025, optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja yang mengalami PHK, dan diskon 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sektor industri padat karya.
Sementara untuk melindungi pelaku UMKM dan industri padat karya, pemerintah menerapkan perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5% sampai 2025.
Tambal Sulam
Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyebut kenaikan PPN menjadi 12% kemungkinan akan berdampak pada daya beli masyarakat di e-commerce.
Selain itu, rencana kenaikan PPN ini dikhawatirkan pedagang kecil seperti pedagang Pasar Tanah Abang.
Dimana tarif PPN yang tinggi berdampak pada harga jual produknya yang semakin mahal.
Beragam kekhawatiran lainnya muncul sebagai imbas dari kenaikan PPN.
Meskipun, pemerintah mengaku memberikan batasan barang-barang yang terkena PPN.
Hanya saja, kebijakan tersebut sejatinya tetap memberatkan rakyat.
Sebagaimana diungkap Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menolak kenaikan PPN 12% karena dikhawatirkan menambah beban masyarakat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi (detikfinance.com, 21/12).
Oleh karena itu, derasnya progran bansos dan subsidi PLN dianggap sebagai solusi tambal sulam.
Sebab, adanya bansos tidak menyelesaikan masalah kesejahteraan masyarakat.
Mengingat, bansos pun diberikan tidak untuk seluruh rakyat, tetapi terdata sesuai kebijakan pemerintah.
Sumber: