Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pegi Setiawan Alias Perong Dalam Kasus Vina

Rabu 12-06-2024,10:51 WIB
Reporter : Panji
Editor : Fidiani

Profesionalitas kepolisian dalam menjalankan tugas ialah dilihat dari proses dan hasil dimana kepuasan publik terhadap kinerja kepolisian cenderung mendapatkan rating yang mendekati puas atas kinerja.

Namun dalam kasus pembunuhan vina, kepercayaan publik terhadap kinerja kepolisian kini mulai meredup kembali yang disebabkan kurang maksimalnya proses investigasi terhadap kasus vina.

Statemen ruang publik tidak semata-mata dipandang sebagai statemen kosong tanpa nilai.

Indonesia yang warganya sangat dikenal dengan kejulidannya tentu juga memiliki pandangan nilai yang objektif(dalam kacamata ilmu pengetahuan yang dimiliki) terkait proses penegakan hukum yang menurutnya belum memenuhi standar maksimal dalam memberikan kepuasan dalam melayani kepentingan masyarakat.

Menghormati hak asasi manusia dalam etika kemasyarakatan, Polri wajib menghormati human dignity(harkat dan martabat) manusia berdasarkan hak asasi manusia.

Tentunya dalam proses penentuan pidana terhadap tersangka, berlaku asas praduga tidak bersalah.

Asas praduga tidak bersalah dan prinsip kesetaraan bagi warga negara di hadapan hukum (equality before the law/weltrechtspflege) harus dijunjung oleh kepolisian.

Hak pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka tidak boleh dikurangi oleh kepolisian dalam hal kebebasannya dalam bersaksi dan melakukan upaya pembelaan yang menurutnya benar.

Aktor Intelektualis/Uitlokkers

Mengutip dari Kompas.com sebagai lanjutan pembahasan di atas, kepolisian menganggap bahwa Pegi Setiawan alias Perong adalah sebagai otak pelaku atau dalam ilmu hukum pidana disebut sebagai uitlokkers.

Bagaimana mungkin bisa dikatakan sebagai otak pelaku sedangkan DPO lain belum tertangkap? 

Dalam hukum pidana juga dikenal istilah keturutsertaan atau dalam bahasa belanda disebut sebagai deelneming.

Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang Penyertaan dalam melakukan tindak pidana.

Maka penyematan pegi setiawan sebagai otak pelaku adalah terlalu terburu-buru yang disematkan oleh pihak kepolisian.

Karena untuk mengetahui siapa otak pelaku dan siapa yang turutserta adalah ketika kesemua pelaku yang masuk dalam DPO sudah ditemukan dan sudah diperdalam proses penyidikan.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tersangka pegi setiawan memiliki hak untuk kepentingannya dilindungi oleh negara diatas kepastian hukum yang ada.

Kategori :