
Mendengar berita itu, Dayang Merindu meninggalkan rumahnya. Datang kependopo dimana kedua mayat pemuda itu dibaringkan.
Dia berdiri menghadap sang Datuk yang duduk di kursi kehormatan dekat kedua mayat itu.
Dengan Hormat, gadis itu berkata: “Saya dan Kemala Negara saling mencinta. Akan tetapi, saya tahu Dewa Jaya juga sangat mencintai saya. Cintanya direstui oleh kedua orang tua saya. Sekarang keduanya sudah menjadi mayat. Saya ingin berlaku adil terhadap keduanya. Mohon agar Datuk belah menjadi dua tubuh saya ini. Yang sebelah mohon dikuburkan bersama Kumala Negara dan yang sebelah dikuburkan bersama Dewa Jaya.”
Hadirin dan Datuk terpana mendengar keputusan Dayang Merindu itu.
Sebelum mereka sempat berkata dan berbuat sesuatu, tangan kanan Dayang Merindu yang sejak tadi memegang sebelah pisau yang diolesi dengan racun terayun cepat.
Ujung pisau menusuk dadanya. Dia rebah dan tewas di tempat itu.
Menurut cerita, seluruh penduduk sangat menhormati dan menyanjung Dayang Merindu yang berani berlaku adil terhadap pemuda yang mencintainya.
Jika mereka mengadakan acara untuk memperingati Dayang Merindu yang jadi idola seluruh penduduk, mereka mengadakan lomba bidar.