Harga Beras Melejit, Rakyat Menjerit
Cahaya Istiqomah--
BACA JUGA:Banjir Melanda, Adakah Solusinya?
Selain itu, ketersediaan modal, sumber daya manusia, teknologi, dan mekanisme pembentukan harga yang tidak stabil.
Begitu juga, penimbunan barang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kelangkaan beras.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengatakan, penyebab harga beras menjadi mahal karena adanya persaingan dari pembeli skala besar, sementara produksi beras mengalami penurunan.
Sebelumnya, saat Bulog melakukan operasi pasar, beras yang diturunkan dalam bentuk curah, rawan disimpangkan.
Di sisi lain, negara hanya melayani kepentingan para kapital untuk menguasai lahan pertanian.
Akibatnya jumlah lahan semakin menyusut dan berdampak pada kenaikan harga sewa, yang dulunya per hektare Rp 3 juta, naik menjadi Rp 12 juta.
Padahal, Indonesia sudah memiliki UU 41/2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk menjaga luas pertanian.
Akan tetapi, regulasi tersebut tidak berfungsi di tengah masifnya pembanguan dan industri.
Pembangunan kapitalistik menjadikan para pejabat mudah memberikan izin pengalihan fungsi lahan.
Hal ini menunjukkan, tidak berpihaknya pemerintah pada sektor pertanian.
Pertanian adalah sektor strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Pusat agraria yang dimiliki negara merupakan kunci terwujudnya kemandirian pangan, sehingga mampu mewujudkan kedaulatan negara.
Sangat disayangkan, dukungan pemerintah pada para petani untuk menjadi produktif sangat minim.
Bahkan, berbagai anggaran dan subsidi justru dipersulit. Pada 2015, anggaran kementrian pertanian (Kementan) mencapai Rp 32,72 triliun, akan tetapi anggaran tersebut terus merosot hingga pada 2022 hanya Rp 14,45 triliun. (CNBC Indonesia, 14/2/2023).
Sumber: