Mitigasi Bencana Banjir dalam Sistem Islam

Mitigasi Bencana Banjir dalam Sistem Islam

Hani Handayani--

BACA JUGA:Kala Ibu Muda Tersandera Algoritma Media

BACA JUGA:Kontrak PT. Freeport Hingga 2061, Siapa yang Untung?

Banjir yang melanda beberapa wilayah di sekayu dan beberapa wilayah lainnya  bukan hanya masalah administrasi saja. Namun akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Penebangan hutan, pembalakan liar yang mengakibatkan tanah longsor, tidak ada sangsi yang tegas yang ditetapkan oleh negara, bagi siapa saja yang melakukannya.

Pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan tata kelola drainase, mengakibatkan banjir tahunan sering menerpa, sehingga bisa mengancam keselamatan rakyat.  

Kondisi ini ditambah dengan diadopsinya sistem Demokrasi Kapitalis yang segala sesuatunya di ukur dengan untung dan rugi. Semua berdasarkan asas manfaat.

Sehingga para penguasa lupa bahwa ada rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan bersembunyi dibalik tabir menggenjot investasi, abai terhadap rakyat. 

Kebijakan Menangani Banjir 

Dalam menangani banjir terus berulang pemerintah  bisa mengadopsi sistem Islam yang pernah berjaya di masanya, mempunyai kecanggihan dan efisien. Kegiatan itu mencakup kegiatan sebelum, saat dan setelah banjir.  

Pertama, Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, maka dalam sistem Islam akan menempuh upaya-upaya sebagai berikut: Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.

Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. 

Pemetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain), dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut. 

Jika ada pendanaan yang cukup, akan membangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan alirannya, atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal.

Dengan cara ini, maka daerah-daerah dataran rendah bisa terhindar dari banjir atau genangan. 

Adapun daerah-daerah pemukiman yang awalnya aman dari banjir dan genangan, namun karena sebab-sebab tertentu terjadi penurunan tanah sehingga terkena genangan atau banjir, maka akan diusahakan semaksimal mungkin menangani genangan itu.

Sumber: