Di sisi lain, ada Indonesian Premier League (IPL), yang didukung oleh PSSI saat itu.
Perpecahan ini menyebabkan kekacauan dalam kompetisi sepak bola nasional, dengan dua liga yang beroperasi secara paralel dan masing-masing menyelenggarakan pertandingan.
Krisis dualisme ini tidak hanya merusak tatanan kompetisi sepak bola Indonesia, tetapi juga menghambat perkembangan sepak bola nasional.
Tim nasional terpecah, sponsor-sponsor menjauh, dan FIFA sempat menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena ketidakmampuan federasi sepak bola Indonesia untuk menyelesaikan konflik internal.
Baru pada 2013, setelah bertahun-tahun konflik, dualisme liga berhasil diakhiri, dan Indonesia kembali memiliki satu liga sepak bola profesional yang diakui.
Namun, dampak dari era dualisme ini masih terasa hingga sekarang, dengan banyak masalah struktural yang belum sepenuhnya teratasi.
Sanksi FIFA
Pada tahun 2015, krisis sepak bola Indonesia mencapai puncaknya ketika FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI.
Sanksi ini diberikan karena campur tangan pemerintah Indonesia dalam urusan internal PSSI, yang melanggar aturan FIFA mengenai otonomi federasi sepak bola.
Akibat sanksi ini, Indonesia dilarang berpartisipasi dalam kompetisi internasional, termasuk kualifikasi Piala Dunia dan Piala Asia.
Sanksi FIFA menjadi tamparan keras bagi perkembangan sepak bola Indonesia.
Kompetisi internasional terhenti, dan pemain-pemain muda berbakat kehilangan kesempatan untuk berkompetisi di panggung global.
Di tingkat nasional, sanksi ini juga memperparah krisis kepercayaan terhadap PSSI, yang dianggap gagal dalam mengelola organisasi dengan baik.
Setelah hampir setahun berada di bawah sanksi, pada Mei 2016, FIFA mencabut hukuman terhadap Indonesia.
Meski demikian, sanksi ini meninggalkan bekas luka yang dalam dan menjadi pengingat betapa rentannya sepak bola Indonesia terhadap krisis organisasi.
Masa Depan Sepak Bola Indonesia