BACA JUGA:Indonesia Turunkan 11 Pemain di Macau Open 2024
Banyak suporter terjebak dalam kerumunan dan sulit keluar dari stadion, yang berujung pada insiden tragis ini.
Tragedi Kanjuruhan membawa duka mendalam bagi keluarga korban, dunia sepak bola Indonesia, dan juga dunia internasional.
Tragedi ini membuka mata banyak pihak tentang perlunya peningkatan standar keamanan di stadion dan manajemen krisis dalam pertandingan sepak bola di Indonesia.
Skandal Sepak Bola
Selain tragedi di lapangan, sepak bola Indonesia juga kerap dihantui oleh skandal pengaturan skor dan korupsi.
Sepanjang sejarah, berbagai kasus pengaturan skor terungkap, melibatkan pemain, pelatih, hingga pejabat tinggi dalam federasi sepak bola Indonesia.
Salah satu kasus yang mencuat adalah pada tahun 2018, ketika Satgas Anti Mafia Bola menemukan jaringan pengaturan skor di Liga Indonesia.
Beberapa pejabat tinggi PSSI, termasuk anggota Exco, terlibat dalam skandal tersebut.
Skandal pengaturan skor ini tidak hanya mencoreng citra sepak bola Indonesia di mata masyarakat, tetapi juga menimbulkan krisis kepercayaan.
Para penggemar sepak bola mulai mempertanyakan integritas liga, klub, dan pemain yang mereka dukung.
Keberadaan mafia sepak bola yang mengatur hasil pertandingan untuk kepentingan finansial atau politik memperlihatkan bagaimana olahraga ini seringkali dijadikan alat manipulasi, bukan lagi ajang kompetisi yang sehat.
Dualisme Liga dan PSSI
Sepak bola Indonesia juga pernah terjebak dalam krisis organisasi, yang dikenal sebagai era dualisme liga.
Pada awal 2010-an, PSSI terbelah menjadi dua kubu, yang masing-masing mengklaim sebagai liga resmi di Indonesia.
Di satu sisi, ada Indonesia Super League (ISL) yang didukung oleh sebagian besar klub profesional.