Sejarah menunjukkan bahwa beberapa wabah besar, termasuk pandemi SARS, diduga berasal dari konsumsi hewan yang tidak biasa.
3. Dampak Psikologis
Bagi banyak orang, terutama di negara-negara yang menganggap kucing sebagai hewan peliharaan, gagasan memakan daging kucing dapat menimbulkan tekanan psikologis yang besar.
Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat yang terlibat.
Perspektif Hukum dan Peraturan
Banyak negara telah memberlakukan undang-undang yang melarang konsumsi daging kucing, dengan alasan etika dan kesehatan.
Di beberapa negara Barat, tindakan ini dianggap sebagai bentuk kekejaman terhadap hewan dan dapat dihukum dengan denda atau hukuman penjara.
Di Indonesia sendiri, meskipun tidak ada undang-undang khusus yang melarang konsumsi daging kucing, praktik ini jarang terjadi dan tidak diterima secara luas dalam budaya lokal.
Di sisi lain, di beberapa negara di Asia, seperti Vietnam dan sebagian Tiongkok, konsumsi daging kucing masih terjadi meskipun menghadapi penolakan yang semakin meningkat dari organisasi hak-hak hewan dan masyarakat internasional.
Alternatif Pengobatan yang Lebih Aman dan Terbukti
Alih-alih mengandalkan daging kucing sebagai obat, ada banyak alternatif pengobatan yang lebih aman dan telah terbukti secara ilmiah.
Misalnya, banyak penyakit yang dipercaya dapat diobati dengan daging kucing, seperti radang sendi atau masalah pernapasan, memiliki pengobatan medis yang efektif dan telah teruji.
Selain itu, obat-obatan herbal dan pengobatan tradisional lainnya yang memiliki basis ilmiah yang lebih kuat dapat menjadi pilihan yang lebih baik.
Mengandalkan metode pengobatan yang didukung oleh penelitian ilmiah akan mengurangi risiko kesehatan dan memberikan hasil yang lebih dapat diprediksi.
Mitos atau Fakta?
Meskipun ada keyakinan dalam beberapa budaya bahwa daging kucing memiliki khasiat obat, klaim ini tidak didukung oleh bukti ilmiah.