Normalisasi Politik Kartel Sebagai Wujud Pengingkaran Negara Hukum dan Pancasila

Normalisasi Politik Kartel Sebagai Wujud Pengingkaran Negara Hukum dan Pancasila

Panji Al Islami, S.H.--doc

Tentunya fungsi Bawaslu dalam melakukan fungsi pengawasan dalam kegiatan pemilu dan/atau pemilukada cenderung bersifat pasif, dalam artinya menunggu laporan masyarakat dan/atau urusan Bawaslu tanpa proses Investigasi mendalam.

Para penyelenggara pemilu dan/atau pemilukada, baik KPU maupun Bawaslu, tidak dapat dipungkiri dengan adanya conflic on interest dalam melaksanakan tugasnya.

Sehingga perlu dipertanyakan terkait integritas KPU dan Bawaslu.

Kartel politik, dalam setiap penyelenggaraan pemilu dan/atau pemilukada dari periode ke periode, tidak ada satu pun calon yang diberikan efek jera seperti dipenjara karena melakukan kecurangan dalam kegiatan pesta demokrasi.

Hal ini terjadi disebabkan adanya kesepakatan dibalik layar sehingga jelas, tidak adanya kebersihan dalam pesta tahunan demokrasi melainkan pasti ada tangan-tangan kotor yang bermain.

Pancasila dan hukum menjadi tiada artinya apabila para pejabat tinggi negara tidak memberikan mention terhadap kebiasaan biadab dalam setiap pesta demokrasi.

Murahnya harga demokrasi ibarat jauh api dari panggangan, mencapai kemenangan dengan cara melanggar hukum, kesukaran yang pastinya ditemukan dan dirasakan oleh masyarakatnya.

Ditambah kemiskinan merajalela sehingga terbuka celah terbelalak, bagi calon yang ingin menang dengan cara money politics. Kemiskinan menjadi sasaran empuk bagi calon untuk meraih suara politik para pemilih.

Langkah strategis pemerintah tentunya agar memberikan edukasi terbuka kepada masyarakat agar tidak memilih orang karena uangnya, tetapi karena siapa orangnya dan apa prestasinya.

Kemudian menjadi PR bagi pemerintah pak Prabowo untuk segera mengentaskan kemiskinan, semakin terpuruk ekonomi, semakin tinggi angka pelanggaran hukum terjadi dimana-mana, termasuk pelanggaran dalam politik hukum.

Sumber: