Tradisi Lomba Bidar di Kota Palembang: Perpaduan Olahraga dan Warisan Budaya

Minggu 18-08-2024,21:31 WIB
Reporter : Yanti
Editor : Yanti

Para prajurit berlatih mendayung dengan cepat dan terkoordinasi, yang kemudian berkembang menjadi perlombaan. 

BACA JUGA:5 Jamu Khas Tradisional Indonesia, Warisan Leluhur untuk Kesehatan Alami

BACA JUGA:Pertolongan Pertama pada Gigitan Anjing Liar, Langkah Penting untuk Menyelamatkan Nyawa

Lomba ini diadakan untuk memperingati peristiwa penting dalam sejarah Kesultanan atau sebagai bagian dari upacara-upacara adat dan keagamaan.

Perkembangan dan Bentuk Perahu Bidar

Seiring berjalannya waktu, lomba bidar mengalami perubahan dan penyesuaian sesuai dengan perkembangan zaman. 

Perahu bidar yang digunakan dalam lomba memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari perahu-perahu lainnya.

Perahu bidar terbuat dari kayu pilihan, seperti kayu meranti atau kayu bungur, yang dikenal kuat dan tahan lama. 

Perahu ini biasanya memiliki panjang sekitar 20 hingga 30 meter dan lebar sekitar 1,5 meter, dengan bentuk yang ramping dan ujung depan serta belakang yang runcing untuk meminimalisir hambatan air.

Setiap perahu bidar diisi oleh 30 hingga 60 orang pendayung, tergantung pada ukuran perahu.

Para pendayung ini harus bekerja sama secara harmonis dan konsisten untuk menggerakkan perahu dengan kecepatan tinggi. 

Selain pendayung, ada juga seorang juru mudi yang bertugas mengendalikan arah perahu serta seorang pelatih yang memberikan aba-aba untuk menjaga ritme dayungan.

Makna dan Filosofi Lomba Bidar

Lomba bidar bukan sekadar ajang kompetisi olahraga, tetapi juga sarat dengan makna dan filosofi. 

Bagi masyarakat Palembang, lomba ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, kerjasama, dan kekompakan. 

Para pendayung harus bekerja dalam sinkronisasi yang sempurna, karena kesalahan satu orang saja bisa mempengaruhi kecepatan dan stabilitas perahu. 

Kategori :