Bukan menjadi rahasia, jika sistem kapitalis ini menjadikan tolok ukur untung rugi dalam melayani rakyatnya.
Karena itu, pungutan pajak dari rakyat dijadikan pendapatan tetap yang diandalkan negara, bahkan slogan ‘ warga yang bijak yang taat pajak’ terus dipropagandakan.
Pungutan pajak ini ironi ambigu yang menyakitkan rakyat sebab, tidak semua lapisan masyarakat dipungut pajak.
Adalah masyarakat yang terkategori kelas atas, kelas para pengusaha (kapital).
Mereka mendapatkan kemudahan yakni, tax amensty (pengampunan pajak). Sedangkan rakyat sipil (kecil) menjadi wajib pajak.
Solusi Sistemik
Kenaikan PPN merupakan strategi optimalisasi yang dilakukan pemerintah agar target penerimaan pajak tahun anggaran 2025 yang tertuang dalam RAPBN sebesar Rp2.189,3 triliun bisa tercapai.
Ini artinya, pajak akan terus dijadikan pendapatan tetap negara. Berbeda dengan Islam (Khilafah).
Islam tidak mengenal pajak sebagaimana hari ini.
Sebab Islam, agama juga ideologi yang memancarkan aturan komprehensif yang mensejahterakan pemeluknya.
Tujuan utama penerapan sistem Islam adalah, menjadikan setiap muslim meraih rida penciptanya.
Sedangkan rida bagi seorang hamba bermakna, kelak mendapatkan balasan surga sebagai tempat abadi di kehidupan akhirat.
Rida Allah akan diperoleh jika cara meniti hidup mengikuti panduan-Nya.
Jelas, kondisi saat ini sangat jauh harapan mendapat rida Allah Swt. sebab, aturan yang berlaku bersumber dari manusia yang lemah dan ingkar.
Dalam aktivitas ekonomi, Islam tidak mengenal pajak semisal hari ini. Mengapa ?
Sebab, Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara.