Terlebih lagi ada 230 ribu jiwa di antara 622.206 jiwa penduduk Muba saat ini berprofesi sebagai penambang.
Artinya penambangan menjadi sumber penghidupan.
Luasnya area penambangan illegal bisa menjadi gambaran besarnya cadangan minyak di Musi Banyuasin.
Adapun bahan tambang berlimpah adalah masuk dalam kategori kepemilikan umum.
Negara wajib mengurusi warga dan mengambil alih pengelolaan tambang seiring dengan memberi pemahaman kepada warga.
Hanya saja, pengelolaan negara harus sesuai syariat sehingga hasilnya akan memakmurkan masyarakat.
Kalau kita berbicara tentang tambang, baik itu tambang minyak, emas, timah, batubara dan lain lain, akan kita temukan bahwa masalah ini melibatkan banyak hal.
Pertama,investasi, kedua, fakta tentang tambang itu sendiri, ketiga, kebijakan.
Adapun, berkaitan dengan tambang yang jumlahnya terbatas, maka individu boleh mengelola sendiri.
Akan tetapi, kalau jumlahnya tidak terbatas, maka yang mengelola harus negara.
Persoalannya, hari ini tambang yang jumlahnya tidak terbatas itu tidak dikelola sepenuhnya oleh negara, tetapi swasta juga diberikan peran untuk bisa mengelola dan itu dilindungi undang-undang.
Pengelolaan dan peraturan yang seperti itu tentu akan menimbulkan persoalan, karena tidak menempatkan bahwa tambang harus dikelola oleh negara, bahkan boleh diberikan kepada masyarakat secara langsung.
Banyak pemain tambang yang tidak mengurus izin, tetapi bisa melakukan ekploitasi tambang dengan membayar sana dan membayar sini.
Semua itu adalah gambaran penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang tidak menempatkan tambang sebagai kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara yang seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat.
Fokus negara hanya pada pemilik modal. Jika negara bisa investasi, maka negara mengelola, kalau swasta yang bisa investasi, maka swasta yang akan mengelola tambang.
Inilah pangkal sengkarutnya pengelolaan tambang, karena pengelolaannya menggunakan sistem ekonomi kapitalisme.