BKKBN Sambut Baik Keterlibatan Persatuan Guru NU Edukasi Siswa Cegah Perkawinan Anak dan Turunkan Stunting

Kamis 13-07-2023,15:33 WIB
Reporter : Yanti
Editor : Yanti

Lanjut Hasto, misal, dalam waktu tiga bulan dilakukan beberapa kali pertemuan, dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan dasar oleh dokter umum. 

BACA JUGA:Kepala BKKBN: Perempuan Anemia Berisiko Tinggi Lahirkan Bayi Stunting

Hasilnya dimasukan aplikasi elsimil sehingga dapat dikeluarkan sertifikat.

Dr. Hasto menambahkan BKKBN siap menyediakan narasumber maupun bahan ajar yang dibutuhkan. 

Sejalan dengan dr. Hasto, Sekretaris Jenderal Pergunu dr. Aris Adi Leksono mengatakan bahwa Pergunu memiliki potensi yang cukup besar untuk mendukung program percepatan penurunan stunting.

Pergunu merupakan badan otonom NU yang menghimpun dan menaungi para guru, dosen, dan ustadz.

“Kami memiliki anggota yang massif, di mana struktur kelembagaannya terdapat di 35 provinsi, 417 cabang kabupaten/kota, 10.000 perwakilan di tingkat kecamatan, dan saat ini sedang bergerak membentuk ranting di tingkat desa khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” jelas Aris.

Lebih lanjut dia menyebutkan peran Pergunu salah satunya adalah memberikan pelayanan kepada siswa dari keluarga tidak mampu dengan datang langsung ke rumahnya untuk memberikan support misalnya bantuan berupa kuota internet untuk belajar.

Menindaklanjuti pertemuan Pergunu dengan Wakil Presiden, yang mana diminta untuk terlibat dalam pencegahan stunting, maka ide dan saran dari dr. Hasto disambut baik oleh Pergunu. 

Aris mengungkapkan kondisi yang umum ditemui di lapangan.

“Perkawinan anak dapat disebabkan karena pengasuhan orangtua kurang maksimal. Ada beberapa orangtua menolak tindakan membangun kesehatan dan kurangnya kepedulian tumbuh kembang anak sesuai umur."

"Ada pula orang tua memiliki pikiran bahwa vaksin haram, sudah kadung pacaran lama takut hamil di luar nikah, maka anaknya dinikahkan tidak peduli umur anak belum matang,” paparnya.

Memang penting untuk meluruskan perspektif budaya yang masih keliru di masyarakat.

“Kerap kali masyarakat memiliki dahaga spiritualitas namun pelariannya kurang tepat, kurang memahami agama dan bagaimana cara mengamalkannya,” jelasnya.

Dirinya menambahkan contoh pespektif keliru lainnya adalah banyak yang menafsirkan bahwa  dengan menikah maka dijamin akan kaya, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.

Guru memiliki media mengajar di sekolah dan di pesatren, di masyarakat memiliki sarana khutbah.

Kategori :