Semula saya menengok Disway.id untuk mengacak baca komentar di CHD. Tetapi batal gegara membaca headline Kapolda menyatakan berduka atas meninggalnya M. Hasya Attalah (MHA). Sebuah pernyataan yang sangat-sangat terlambat, karena almarhum tewas sejak 6 Oktober 2022. Dan hari ini sudah 30 Januari 2023. Kasus tewasnya MHA, juga mahasiswi di Cianjur itu, kian meneguhkan citra bahwa lembaga Polri "mendung aib" (cloud of disgrace/dishonor). Di mana logikanya MHA yang sudah tewas tgl. 6 Oktor 2022 kok malah tiga bulan kemudian, 6 Januari 2023, dijadikan tersangka?. Maaf kalau saya memuji langkah cepat Departemen Kepolisian Memphis (MDP), Tennesse, AS. Tgl. 7 Januari 2023 yang lalu lima orang polisi MDP dari unit SCORPION, memukul dan menendang Tyre Nichols di sebuah lampu merah. Nichols, 29, yang pegawai perusahaan ekspedisi FedEx dan ayah seorang balita 4 tahun, itu tidak salah apa-apa. Tetapi polisi berdalih ia ngebut. Nichols dilarikan ke RS dan meninggal tiga hari kemudian, 10/1/2023. Publik marah. Direktur MDP, Cerelyn Davis, langsung memecat lima polisi tadi, semuanya berkulit hitam -- Tyre Nichols juga berkulit hitam, dan menjadikan mereka tersangka. Ke-5 polisi itu adalah: Tadarrius Bean, Demetrius Haley, Emmit Martin III, Desmond Mills Jr, dan Justice Smith. Bukan sekadar itu, MDP juga membubarkan unit SCORPION -- Street Crimes Operation to Restore Peace in Our Neighborhoods. Respons cepat dan tegas itulah yang tak pernah dimiliki kepolisian kita.
Mbah Mars
Penyesalan memang selalu datang di belakang. Kalau di awal namanya pendaftaran.
Udin Salemo
Benar kata seorang investor kawakan di bursa saham. Kalau mau menyerahkan uang untuk dilipatgandakan (tabungan, saham, dll) lihat dulu siapa pengelolanya. Yang penting itu adalah keselamatan uang yang kita serahkan tidak akan ditilep, tidak akan dikorupsi dan tidak akan dibawa lari. Buat apa tergiur bunga atau imbal balik berlipat-lipat, ternyata uangnya dibawa kabur. Penyesalan itu memang belakangan datangnya. Sifat tamaklah yang membuat penyesalan itu terjadi. #everyday_berpantun Di tempat sampah banyak belatung/ Belatung kuambil dibuang ke kali/ Niatnya mau mengejar untung/ Nyatanya dikibulin berulang kali/ Buat masakan Padang sambil berdiri/ Pembeli datang terus dan mampir/ Tampak bersedih adik hari ini/ Abang beri uang untuk ditraktir/
yea aina
Perjalanan ksp indi suryo (imajiner): Hanri Suryo adalah anak kandung Apendi Suryo. Buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Setelah mempelajari sepak terjang bapaknya. Muncullah ide mendirikan KSP Indi Suryo. Simpanan pokok dan simpanan wajib didapatkan dari si bapak, karena memang ksp ini adalah fiktif belaka. Jangan tanya siapa saja anggotanya, mungkin saja semua karyawan serta para penghubung KSP ini adalah anggota fiktif koperasi. Hanri berstrategi jitu, menyasar pihak ketiga (non perbankan) sebagai penabung KSPnya. Simpanan pihak ketiga semakin membesar, hingga Hanri Suryo makin sejahtera, sejumlah apartemen di negeri jiran terbeli. Bermodal menaikkan "sedikit" bunga simpanan di KSPnya, nasabah semakin membludak juga jumlah tabungannya. 105,9 T. Naluri penipu demikian adanya, disaat jumlah penarikan simpanan nasabah membesar, itulah saat tepat untuk membuka semua kegiatan KSPnya. Pun di bawa ke pengadilan, penanggung jawab dan "pemilik" KSP bisa lolos jeratan hukum. Dana pihak ketiga apakah bisa dikembalikan? anda sudah tahu: uang masuk tidak mudah keluar lagi, dari kantong si penipu. Lhawong "perbuatannya" saja tidak salah di mata hukum kok.
Jimmy Marta
Koperasi simpan pinjam awalnya hanya hidup dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Pinjaman sangat terbatas. Kemudian berkembang dg penyertaan modal pihak ketiga yg biasanya itu perbankan juga. Pinjaman per anggota meningkat drastis. Jadilah anggota mulai membeli yg lebih mahal. Rumah, kendaraan dan isi rumah. Anggota makin sejahtera, koperasi harus mulai inovasi. Muncul simpanan sukarela dan simpanan berjangka. Dikelola model bank modern. Mendapat simpanan makin besar dan diberi kepercayaan penuh, pengurus makin berani ekspansi. Diputar ke anggota yg berani buka usaha. Sebagian untuk beli saham bukopin. Dan sebagian lg untuk pengurus yg bernaluri bisnis. -perjalanan koperasi, bukan sejarah koperasi.
Budi Utomo
106 T Rupiah, 23 ribu orang. Berarti rerata 4,6 M per orang. Korbannya rerata golongan menengah atas dong. Benar kata Koh Liang Yang An, literasi finansial para korban ini “very poor”. Mengapa mereka tidak beli Government Bonds saja? Dengan modal Rp 4 M lebih itu mereka bisa dapat kupon minimal Rp 20 juta per bulan. Pemerintah Jepang atau Tiongkok misalnya gencar mendorong warga negaranya membeli obligasi/bonds yang diterbitkan tentunya dalam mata uang lokal. Tentu dengan iming-iming imbalan yang relatif lebih besar dari bunga bank. Tiongkok misalnya berhasil “menjual” government bonds setara dengan dua pertiga PDB/GDP. Sebuah sukses besar. Dengan demikian pemerintah efektif mengendalikan peredaran uang sekaligus punya modal membangun infrastruktur maupun suprastruktur. Harapan saya adalah ke depan pemerintah kita bisa meniru pemerintah Jepang atau Tiongkok. Agar tidak terjadi lagi kasus investasi yang menyedihkan macam ini.