BANNER ASKOLANI 2 PERIODE HL

Fenomena Strawberry Generation, Makin Kesini kok Makin Kesana?

Fenomena Strawberry Generation, Makin Kesini kok Makin Kesana?

--

 

Oleh: Putri Halimah, M.Si

Aktivis, Pemerhati Masalah Sosial Keagamaan

 

GENERASI penerus bangsa saat ini bagaikan buih di lautan. Banyak, namun terombang-ambing disapu ombak. Seperti itulah gambaran strawberry generation, generasi yang  terlihat bagus dari luar namun rapuh tak berdaya di dalam. Sebagaimana buah stroberi yang cantik, berwarna merah segar, namun mudah busuk, layu, dan hancur. Generasi yang hanya mementingkan good looking, namun kapabilitas dirinya nothing. Fenomena strawberry generation ini diperuntukkan pada generasi kelahiran 2000an.

 

Sedang hangat diperbincangkan berbagai isu yang menimpa generasi saat ini. Mulai dari bullying, prostitusi, dan juga kriminalitas. Salah seorang siswi SD di Kabupaten Ogan Komering Ulu menjadi korban bullying teman satu kelasnya, ia diolok, ditendang, hingga diinjak oleh teman-temannya. Kasus prostitusi turut menggurita di kalangan generasi saat ini, beberapa hari lalu  20 orang terlibat prostitusi online digerebek di Hotel Oyo Berlian di Kebun Bunga Kecamatan Sukarami, Palembang. Aksi pembegalan yang dilakukan oleh belasan pelajar SMK di Palembang pun turut menyita perhatian publik. Mereka melakukan aksi sweeping, mengancam korban dengan senjata tajam, dan mengambil kendaraan bermotornya.

 

Apa yang terjadi pada generasi saat ini, makin kesini kok makin kesana? Sesungguhnya realita yang terjadi hari ini ibarat gunung es, yang nampak dipermukaan hanyalah puncaknya, tapi  yang tidak nampak dipermukaan jauh lebih besar.   Generasi strawberry yang bermental lembek, mudah menindas yang lemah, melakukan perundungan, dan acapkali kekerasan menjadi senjata, berharap orang sekitar menganggapnya kuat tapi sesungguhnya ia sedang sakit, rapuh. Hanya saja untuk menutupi kelemahannya, ia beraksi bak jagoan.

 

Pun sama halnya dengan generasi yang ingin mencapai sesuatu dengan instan. Sistem kapitalisme tempat mereka tumbuh, membuai mereka dalam ayunan kemewahan, meninabobokan mereka dalam angan harta kekayaan. Sehingga, jalan pintas mendapatkan uang dengan melacurkan diri pun akan mereka tempuh. Tidak susah payah berpikir dan bekerja keras, dengan mudah ia mendapatkan apa yang diinginkan. Hingga generasi muda saat ini pun ada yang menjadi mucikari, karena keuntungan yang didapatkan jauh lebih besar. Belum lagi generasi yang terlibat kriminalitas, seperti pembegalan, pencurian, pemerkosaan, narkoba, bahkan pembunuhan. Inilah potret generasi hari ini. Naudzubillah min dzalik.

 

Sistem sekulerisme-kapitalisme, tempat generasi kita hidup dan tinggal di dalamnya, memberikan gambaran realita betapa sistem tersebut telah mencabik-cabik generasi kita. Sistem yang merongrong pemikiran dan kepribadian yang jauh dari ketaatan kepada penciptanya, Al-Khaliq, Allah ta’ala. Mereka tak lagi memandang halal dan haram. Mereka abai dengan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang anak dan pelajar. Mereka bahkan tidak tahu untuk apa hidup di dunia ini. Apakah hidup ini hanya sekedar mencari kesenangan duniawi? Berlimpah materi dan mendapatkan pengakuan diri.

 

Betapa rentan dan rapuhnya generasi muda saat ini, dari berbagai sisi mereka diserang. Mulai dari pemikiran, gaya hidup, kesenangan, cara berpakaian, tingkah laku dan sejenisnya dengan mudah mereka dapatkan dari gawai. Mereka menjadikan tontonan sebagai tuntunan, perbuatan yang salah sekalipun akan mereka ikuti jika yang melakukannya adalah sang idola, apalagi sudah dilakukan oleh banyak orang. Sadarkah kita? Generasi yang seharusnya menjadi ujung tombak estafet kepemimpinan bangsa, hari ini sedang sakit dan membutuhkan penawar yang mujarab. Maka dari itu, setidaknya ada tiga pilar yang harus diperbaiki.

 

Pertama, perbaikan akhlak individu agar terbentuk individu yang bertakwa. Adanya pendidikan pertama dan utama di dalam keluarga yang mampu menanamkan ketauhidan dan akhlak, sehingga terbentuklah kepribadian yang bertakwa. Ketika ia mendapatkan pengaruh buruk dari luar, maka orang tualah menjadi benteng pertama yang meluruskannya dan menasehatinya. "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (TQS. At-Tahrîm:6)

 

Kedua, perbaikan masyarakat. Sistem saat ini melahirkan masyarakat individualis, merasa tidak peduli dengan yang lain, dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, diperlukan sinergi di dalam masyarakat untuk saling menasehati. Begitu pentingnya suatu masyarakat yang peduli yang saling mengingatkan satu sama lain demi mencegah kemungkaran. Dengan berjama’ah umat islam akan merasa lebih kuat dan kokoh dari pada berjalan sendiri-sendiri tanpa peduli satu sama lain. "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (TQS Ali Imran:110).

 

Ketiga, perbaikan sistem yang ada saat ini. Sebagaimana ketika peradaban Islam tegak, mampu mencetak generasi-generasi terbaiknya yang memberikan kontribusi, penemuan, karya terbaik bagi negara dalam bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, dan lainnya. Oleh karena itu, jika menginginkan generasi terbaik seperti Muhammad Al Fatih, Ibnu Sina, Ibnu Firnas, Al Farabi, Al Khawarizmi, maka diperlukan sistem kehidupan yang kelak melahirkan generasi hebat, dan tangguh. Bukan generasi pecundang seperti saat ini. Sistem yang mampu mendukung segala aspek kehidupan, mulai dari sistem pendidikan sampai ke sistem sanksi/hukum terhadap pelaku kemaksiatan. Sistem yang mampu menjaga akal dan jiwa agar senantiasa tunduk kepada aturan Allah ta'ala. "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (TQS. Al-Maidah:50).

Wallahu'alam bishshawab. (**)

Sumber: