Shinta Pulang

Shinta Pulang

--

Oleh: Dahlan Iskan

 

APENG, pulanglah!

Ternyata Apeng sudah pulang. Hari ini. Atau kemarin. Atau bahkan kemarin dulu. Atau lusa. Setidaknya ia sudah mengatakan akan pulang. 

Berarti hari ini, atau hari apa pun di bulan Agustus, Apeng bisa menghadap Kejaksaan Agung –memenuhi panggilan sebagai tersangka. Yakni kasus korupsi yang disebut ''yang terbesar'' dalam sejarah Indonesia: Rp 78 triliun.

Mungkin ini masa tersulit bagi Apeng. Sejak kecil ia hidup enak. Setidaknya secara ekonomi. Orang tuanya kaya. Punya perusahaan karet. Pabrik pengolahan getah. Tidak hanya satu. Di Sumatera Utara.

Tapi Apeng bukan anak manja. Di masa kecil ia tergolong ''nakal'' –jangan-jangan ini yang membuatnya sukses. Ia tidak mau meneruskan sekolah. Menginjak remaja ia pilih merantau ke Jakarta.

Tentu ia punya uang. Bahkan bisa pergi ke Thailand. Bisa menyalurkan masa mudanya di sana. Ia pun belajar sesuatu di sana. Ia seperti mendapat inspirasi bisnis dari sana: buka usaha hiburan malam. Di Jalan Blora, Jakarta.

Orang Jakarta sudah tahu semua reputasi Jalan Blora –saya orang Magetan. Di Jalan Blora ada hiburan malam bernama Shinta. Zaman dulu. Ketika Anda belum lahir. Rasanya, itulah panti pijat pertama dengan menu body massage di Indonesia. Setidaknya Apeng telah membuat sejarah di masa mudanya.

Jalan Blora tidak akan bisa seperti itu lagi. Apalagi sekarang: lima pejabat tinggi di Polri berasal dari Blora. Salah satunya putra penjual soto di Kopakan. Kini bintang satu. Padahal dulu sering telat sekolah karena harus bantu orang tua. 

Kadiv Propam yang baru, pengganti Irjen Pol Ferdy Sambo, juga orang Blora: Irjen Pol Syahardiantono. Juga anak orang miskin. Sampai sekarang pun, sudah bintang dua, masih sederhana.

Yang bintang tiga: Komjen Agus Andri, SMA lulus 86, kini Kabareskrim. Asal Blora. 

Brigjen Mardiono, SMA 88, Brigjen Mashudi (SMA 87), dan Brigjen Mas Gunarso (SMA 86) juga asli Blora.

Jalan Blora sudah berubah. Tidak selamanya Apeng di dunia hiburan malam. Ia akhirnya mengikuti jejak sang Ayah: masuk dunia industri. Di Jakarta. Ia bangun pabrik bijih plastik. Mungkin nama Shinta menjadi keberuntungannya: pabrik plastik itu pun diberi nama Shinta. Lengkapnya: Shinta Modern Plastic. Di jalan menuju Cengkareng. Rasanya, kalau tidak salah, partner-nya di pabrik ini juga orang Thailand.

Dari plastik, Apeng berkembang ke pipa. Ia mendirikan pabrik pipa. Pipa baja. Lalu berkembang lagi ke pabrik pipa PVC. Pabrik ini juga diberi nama depan Shinta.

Dari sinilah Apeng –nama KTP dan paspornya adalah Surya Darmadi– ikut masuk ke bisnis sawit. Juga membuka bank di kampung halamannya: Medan. Nama banknya: Bank Kesawan, di Jalan Kesawan.

Belakangan bank ini dijual. Tapi bisnis sawitnya berkembang sangat pesat. Di Riau. Di Jambi. Di Kalimantan. Penguasaan lahannya mencapai 160.000 hektare. Yang 30.000 hektare di antaranya menjadi masalah sekarang ini.

Tanah itu ternyata tanah negara. Yang dimintakan izin ke bupati Indragiri Hulu untuk dialihkan ke perusahaannya: ditanami sawit. Izin itu bisa didapat. Ada juga yang statusnya tanah hutan. Dimintakan izin ke gubernur Riau untuk diubah menjadi tanah perkebunan. Juga mendapat izin. 

Hanya saja, belakangan, Apeng ketahuan menyogok. Bupati dan gubernur itu ditangkap. Diadili. Dijatuhi hukuman penjara –yang Anda sudah tahu: ringan sekali.

Maka Apeng pun terseret. Dijadikan tersangka. Mau ditangkap. Tidak ditemukan. Lalu dinyatakan buron.

Dan kini Apeng pulang. Menyerahkan diri. Mungkin karena Apeng sudah menemukan pengacara yang cocok: Dr Juniver Girsang SH. Girsanglah yang akan mendampingi Apeng di pemeriksaan di Kejaksaan Agung.

Dengan demikian Apeng bisa melakukan klarifikasi: benarkah ia korupsi sebesar Rp 78 triliun. Ini sudah saya bahas di Disway pekan lalu (Disway 6 Agustus 2022).

Juniver Girsang juga orang dari Sumut. Keluarga Girsang ini sering dijadikan contoh sebagai ''sukses seorang ibu miskin dari kampung Sidikalang''.

Mama Girsang sudah janda di usia 42 tahun. Tapi Sang Ibu sangat gigih menyekolahkan anak-anaknyi. Tiga putranyi berhasil menjadi doktor –salah satunya Juniver Girsang. Yang satu lagi, Dr Yunimar Girsang, jadi anggota DPR dari PDI-Perjuangan. Dua lagi berijazah S-2. Orang Sidikalang sangat mempahlawankan Ibunda Girsang.

Bahwa Apeng sudah/akan pulang diketahui dari surat yang dikirim ke Jaksa Agung. Girsang yang  mengumumkan surat Apeng itu ke media. Kemarin lusa.

Dari surat itu terlihat bahwa selama ini Apeng tidak tahu kalau dirinya dicari kejaksaan agung. Kata surat itu: tahunya baru tanggal 8 Agustus lalu. Itu pun dari media. Bacalah sendiri surat itu:

 

Kepada Yth.

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Bpk.Prof.Dr.ST. Burhanuddin

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya mendapat informasi bahwa Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah melakukan pemanggilan kepada diri saya selaku Tersangka melalui media pada hari Senin tanggal 8 Agustus 2022 untuk menghadap Kasubdit Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus hari Kamis tanggal 11 Agustus 2022 pukul 09.00 WIB.

Bahwa terkait dengan panggilan tersebut, saya mohon maaf yang sebesar-besar karena tidak bisa menghadirinya dikarenakan kondisi kesehatan saya saat ini yang belum memungkinkan, namun demikian saya berjanji dalam bulan Agustus 2022 ini, saya akan segera datang menghadap ke Kejaksaan dan siap mengikuti semua prosedur hukum yang ada.

Demikian dapat saya sampaikan, atas pengertiannya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

SURYA DARMADI

Dari lembaran tersebut kita tidak tahu di mana surat itu ditulis. Di Singapura? Di Jakarta? Di Bangkok?

Yang jelas di situ disebutkan bahwa ia tidak tahu kalau harus menghadap tanggal 11 Agustus 2022. Ia masih sakit. Masih harus berobat. Ia menyatakan di bulan Agustus ini akan memenuhi panggilan itu. Ia akan kooperatif. Ia akan menjalani semua proses hukum yang harus dihadapi.

Belajangan, prestasi penegakan hukum terjadi beruntun. Peristiwa Duren Tiga terungkap. Buron Apeng pulang.

Merdeka! (*)

Sumber:

Berita Terkait