Kamuflase Moderasi dalam Kurikulum Cinta
Muthmainnah Kurdi, S.Ag--
BACA JUGA:Pejabat Berulang Kali Buat Rakyat Geram
BACA JUGA:Kemiskinan Tinggi, Bisakah Sekolah Rakyat Jadi Solusi ?
Sebagai acuan dalam penerapan KBC, telah dikeluarkan kurikulum panduan, yaitu Kurikulum Berbasis Cinta di Madrasah.
Ini berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6077 Tahun 2025.
Kurikulum ini bertujuan untuk mencetak generasi cerdas, berakhlak mulia, berkarakter humanis, nasionalis, naturalis, dan toleran, dengan dijiwai empat aspek cinta yaitu cinta kepada Allah, sesama manusia, alam dan kepada bangsa dan negara.
Kurikulum ini akan diimplementasikan ke seluruh jenjang pendidikan di madrasah, dari tingkat Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), maupun Madrasah Aliyah (MA).
Kurikulum tersebut akan menjadi panduan dasar bagi para guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai cinta ke dalam proses belajar mengajar, dalam seluruh mata pelajaran, baik agama maupun mapel umum lainnya.
KBC dalam Bingkai Moderasi
Sejatinya, KBC menggiring kaum muda muslim masuk lebih dalam dalam pusaran moderasi dan pluralisme agama.
Sebagaimana pernyataan Menteri Agama, “Tidak boleh ada anggapan bahwa agamanyalah yang paling benar karena, dari situ akan memunculkan kebencian pada agama yang lain.”
Bagi pak Menag, pengajaran dalam berbagai kondisinya tidak boleh mengedepankan perbedaan agama karena, akan berdampak buruk bagi seorang anak ketika dewasa kelak.
Seolah Ia menilai, bahwa semua agama sama baiknya, maka jangan menyinggung perbedaannya, kedepankan kasih sayang, cinta dan toleran dalam kehidupan beragama.
Nah, disinilah sejatinya urgensi dari implementasi KBC. Yaitu, menggiring pemikiran peserta didik untuk toleransi terhadap perbedaan, bahkan agar menganggap semua agama sama benar dan baiknya.
Padahal, Allah Swt. sendiri telah menegaskan dalam firman-Nya,
"Sesungguhnya, agama yang benar disisi Allah ialah Islam." (QS. Ali Imran: 19)
Sumber: