80 Tahun Kemerdekaan, Indonesia Masih Terjajah?

80 Tahun Kemerdekaan, Indonesia Masih Terjajah?

Cici Rafika, S.Pd--doc

BACA JUGA:Syarat Vasektomi untuk Penerima Bansos, Tepatkah?

Namun, persoalan bangsa ini bukan sekadar di bidang ekonomi.

Ada penjajahan yang jauh lebih berbahaya, penjajahan terhadap pikiran dan arah generasi.

Hari ini, potensi generasi muda yang seharusnya menjadi aset besar untuk kebangkitan bangsa justru diarahkan untuk mengokohkan pilar-pilar kapitalisme.

Melalui kurikulum pendidikan, media massa, budaya populer, hingga proyek-proyek besar bertajuk “modernisasi” dan “toleransi”, masyarakat dijejali pemikiran-pemikiran yang merusak jati diri, seperti deradikalisasi yang memojokkan ajaran Islam kaffah.

Demikian juga dengan konsep “Islam moderat” yang mengebiri penerapan syariat, dan “dialog antar agama” yang mengaburkan akidah umat.

Semua itu menjauhkan umat Islam dari cara berpikir yang sahih sesuai tuntunan wahyu.

Inilah hakikat penjajahan abad modern.

Bukan lagi melalui senjata dan pasukan, melainkan melalui penguasaan pemikiran, arah pendidikan, dan kebijakan negara.

Indonesia mungkin telah bebas dari penjajahan fisik sejak 1945, tetapi secara hakiki, kita masih berada di bawah cengkeraman penjajahan ekonomi, politik, dan ideologi.

Kemerdekaan seharusnya tidak diukur dari upacara tahunan atau kembang api perayaan, tetapi dari sejauh mana rakyat benar-benar sejahtera.

Sejahtera berarti kebutuhan dasar setiap individu, pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan

terpenuhi tanpa tekanan ekonomi.

Sejahtera berarti rakyat tidak hidup dari utang, tidak dihantui inflasi, dan tidak menjadi korban kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir elit.

Kebebasan yang sejati juga harus terwujud dalam kebebasan berpikir dan berkeyakinan sesuai dengan ajaran Islam tanpa distorsi.

Sumber: