Bahkan, jika ada siswa yang tidak diterima saat tes sekolah negeri, ia pun rela memilih 'jalur belakang' agar bisa diterima di sekolah negeri. Umumnya alasannya adalah mahal dan kualitas tak sebanding sekolah negeri.
Namun tidak untuk saat ini, baik sekolah negeri ataupun swasta sama-sama berbayar.
Namun, bayaran itu bukan disebut SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) melainkan uang komite yang telah disepakati bersama wali murid. Meski rasanya sama saja. Dibebankan kepada wali murid dan harus dibayarkan setiap bulan.
Uang komite ini dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Artinya, sekolah gratis yang digaungkan faktanya tak betul-betul gratis. Perlu ada pembayaran uang komite, belum seragam, buku, transportasi, perpisahan, dan beragam pungutan lainnya.
Di Indonesia, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin mahal.
Belum lagi acara perpisahan sekolah yang memakan banyak biaya. Mengingat, hidup dalam sistem kapitalisme hari ini semua serba mahal.
Jangankan untuk membayar uang perpisahan, bisa membayar uang komite sampai lunas saja rasanya bagai sebuah kebahagiaan bagi orang tua.