Brandon Assamariyyun

Kamis 26-01-2023,08:19 WIB

 

Digambarkan di ayat itu: seorang lelaki tua tergeletak penuh bilur pukulan di seluruh badannya. Tanpa baju. Di pinggir jalan. Sudah dalam kondisi setengah mati.

 

Seorang pastur lewat di jalan itu. Tidak memberi pertolongan. Sang rohaniawan justru menyerongkan jalannya menjauhi orang itu.

 

Demikian juga ketika seorang rohaniwan dari suku lain melewatinya. Melengos. Tidak mau menolong.

 

Lantas lewatlah orang Samaritan. Sang Samaritan berhenti. Ia obati orang itu. Ia beri minum. Ia gendong. Ia bawa ke penginapan.

Sang Samaritan berpesan pada pemilik penginapan: . rawatlah lelaki itu. Sampai sembuh. Semua biaya tagihkan pada sang Samaritan.

 

Ayat itu punya asbabunnuzul-nya sendiri. Injil –sebagaimana Alquran– mengajarkan agar kita bersaudara baik dengan tetangga.

 

Lantas seorang pengacara bertanya dengan kritis: siapa yang disebut  tetangga itu. Apakah yang tinggal di sebelah rumah saja? 

 

Samaritan bukan tetangga rumah lelaki malang itu. Juga tidak kenal. Tapi mau menyelamatkannya. Seperti itulah yang disebut bertetangga.

 

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler